Eksplore anything with the simple way...

Friday, July 17, 2009

Bima Timur : Perjuangan Panjang Melawan Raksasa

Bima Timur - Sengaja saya pilih judul yang sedikit provokatif ini dengan harapan bagi semua pihak yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan ide Bima timur bisa sedikit waspada.
Ide ini sesungguhnya bukanlah ide yang terlalu berat untuk diwaspadai, sekaligus ide yang ringan untuk dinafikkan begitu saja, sehingga membutuhkan kesabaran dan kearifan sosial untuk menganggapnya ide yang ringan dan membutuhkan potensi keserakahan yang luar biasa untuk menganggapnya ide berat. Paling tidak tulisan ini akan mencoba meyoroti eksistensi ide pembentukan Kabupaten Bima Timur dalam 3 aspek yang berbeda.

Realitas Masyarakat Kecil Yang ingin sejahtera.

Bagi Masyarakat pinggiran di wilayah kecamatan di seluruh Indonesia,khususnya di Kecamatan sape Kabupaten Bima, merasakan hidup yang memiliki akses publik birokrasi yang mudah, efisisen dan tidak berbiaya tinggi, serta akses ekonomi bagi peningkatan taraf hidupnya merupakan dambaan yang tiada pernah berhenti.
Dengan Kondisi wilayah dalam bentuk potensi sumberdaya yang cukup memadai untuk dikembangkan, keinginan masyarakat ini bukanlah sesuatu yang hiperbolik, di tengah berkembangnya wacana demokratisasi yang dikembangkan oleh negara. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Apalagi jika pelayanan publik itu sendiri merupakan bagian terpenting dari item demokratisasi.

Realitas yang terjadi bahwa Kabupaten Bima memiliki peta geografis dan demografis yang tersebar luas mengelilingi Kota Bima. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan pelayanan publik pemerintahan.

Di sebelah timur kota bima ada 6 kecamatan, yaitu Langgudu, wawo, sape, Lambu, Wera, dan ambalawi dengan kecamatan termaju adalah Sape. Sedang di wilayah Barat ada 10 yaitu Pali Belo, Belo, Lambitu, Woha, Donggo, soromandi, Bolo, madapangga, Sanggar dan Tambora. Belum lagi akhir-akhir ini, DPRD Bima telah menetapkan ibukota Kabupaten di wilayah woha yang jaraknya lebih kurang 75 km dari pusat Kecamatan sape. hal yang benar-benar sangat menyulitkan di kemudian hari.

Bisa dibayangkan jika untuk mengurus persuratan penting seperti KTP, SIM, dan persuratan lain di kantor Pemda, masyarakat wilayah Bima timur, harus merogoh saku ratusan ribu hanya untuk biaya transportasi dan akomodasi. sungguh hal yang cukup mubazir.
Di sisi lain masyarakat juga berharap dengan adanya pemekaran wilayah akan cukup menunjang motivasi mereka untuk lebih giat mengeksplorasi sumberdaya yang ada bagi peningkatan taraf hidupnya dengan adanya peningkatan infrastruktur ekonomi di wilayah kabupaten pemekaran.

Cita-cita Sederhana Seorang Aktifis Kampung.

Berangkat dari kenyataan di atas seorang aktifis kampung macam saya punya sedikit kepedulian terhadap perkembangan masyarakat secara khusus dan Negara secara umum. Menurut Pelajaran sosiologi yang saya dapat waktu kuliah, bisanya perkembangan daerah itu secara alami mengikuti pola Bola Salju, dimana daerah yang terdekat dengan pusat kekuasaanlah yang lebih dulu merasakan akibat langsung dari proses pembangunan.

Artinya sangat disayangkan jika daerah-daerah kecamatan di wilayah Bima Timur ini akan megalami stagnasi pembangunan dengan semakin jauhnya pusat ibukota kabupaten, dan ini bagi saya adalah tantangan sebagai aktifis kampung.
Kenyataan ini membutuhkan perjuangan untuk memekarkan wilayah menjadi 2 yaitu Kabupaten Bima Timur dan Kabupaten Bima Barat. walaupun terasa agak berat perjuangan ini tetap harus kami lanjutkan dengan harapan suatu saat akan menemukan tentang semakin sulitnya pemekaran wilayah kabupaten dari stasiun-stasiun televisi, maupun media masa. Tetapi kami menganggap masih punya peluang meski agak tipis.

Dalam pandangan kami kebijakan pelarangan pemekaran ini termasuk kebijakan keliru, Yang harus di lakukan oleh pemerintah, bukan membatasi pemekaran tetapi melakukan penilaian yang ketat terhadap upaya pemekaran.
Bagi wilayah tertentu yang memiliki potensi besar untuk berkembang, justru merupakan upaya investasi untuk mciptakan peluang-peluang kemandirian ekonomi yang jauh lebih kuat dibanding melulu memperhatikan perkembangan ekonomi pemodal-pemodal besar yang justru melahirkan jurang kesenjangan dan sistem ekonomi yang rapuh dari badai.

Raksasa Besar Yang bernama Birokrasi Negara.

Sungguh ide Pemekaran wilayah Bima Timur akan mendapatkan tantangan besar yang bebar-benar membutuhkan kearifan sosial untuk menafikkannya. Saya mencoba memahami tentang ini sebagai sebuah kerikil-kerikil tajam dalam perjuangan panjang ini.

Mengapa saya harus menganggap birokrasi negara sebagai Raksasa Besar yang menghalang jalan?
Paling tidak ada 3 alasan penting yang perlu saya ungkap disini.

Pertama, Prinsip Birokrasi adalah kalau Bisa dipersulit kenapa dipermudah?
Hampir seluruh jajaran birokrasi di berbagai wilayah di negeri ini masih menggunakan prinsip lama, mengurus surat atau ktp saja kita harus menggunakan uang pelicin, bagaimana kita tidak menganggapnya sebagai raksasa yang premanis? Hahaha...haa...

Kedua, Model Bottom Up yang baru kita kenal sekarang masih sangat jauh untuk dipahami oleh birokrasi negara.
Masalah yang ada di wilayah-wilayah kabupaten/kota. Ide penguasa mutlak dan masyarakat dilarang memiliki ide. ini hegemoni besar yang tak kunjung bisa berakhir.

Ketiga, panjangnya jalur Birokrasi bagi prosedur pengusulan pemekaran Wilayah. Mulai dari Pemerintah kabupaten, disetujui oleh DPRD kabupaten, berlanjut ke Gubernur dan harus di setujui oleh DPRD Propinsi baru ke Menteri dalam Negeri sampai ke Presiden dan DPR pusat. Panjang Kan?

Birokrasi dalam pandangan kami sebagai aktifis kampung, terbagi 2 yaitu birokrasi pusat yang penuh dengan intrik politik, yang kadang baik juga kadang buruk, merupakan tantangan besar bagi upaya menggolkan ide pembentukan Kabupaten Bima Timur karena kami tidak memiliki akses dengan pemerintah Pusat.Birokrasi Daerah yang belum bisa memahami kebutuhan masyarakat dan daerahnya jika harus berkembang lebih maju. Perubahan adalah harusnya kata yang tepat untuk memaknai kemajuan, tapi mereka menganggap keberhasilan adalah sejauh mana birokrasi daerah mampu mempertahankan wilayah kekuasaan, peningkatan pendapan daerah meski dengan cara fiktif.
Kalau di negara-negara maju pendapatan daerah dan negara didapat dari pajak masyarakat, tetapi di daerah dan negara kita pendapatan di dapat dari pungli atau pungutan liar. Mudah-mudahan nantinya, tidak terjadi di Kabupaten Bima Timur.

0 comments:

Post a Comment