Eksplore anything with the simple way...

Saturday, October 31, 2009

Lanjutan Novel Cinta dalam Mihrab

Kerja keras adalah energi kita - Bumi terus berputar pada porosnya. Detik berkumpul
menjadi menit. Menit berkumpul menjadi jam. Jam
berkumpul menjadi hari. Minggu berkumpul menjadi
bulan. Ternyata sudah enam bulan Zahrana mengajar
di STM. Namun masalah utamanya belum juga selesai.
la belum juga mendapatkan jodohnya. Setelah mendapat
tawaran dari Pak Didik, sudah ada dua orang yang maju.
Tapi entah kenapa ia tidak sreg. Hatinya belum cocok.
Yang pertama dibawa oleh teman ayahnya. Seorang
satpam di sebuah Bank BUMN. Ia tidak lagi melihat.

status. Satpam atau apapun tak jadi masalah. la tidak maaf jika belum bisa menjadi anak yang membahagiakan
sreg karena satpam itu tidak bisa membaca Al-Quran orangtua. Ibunya, akhirnya luluh dalam tangis. Ayahnya
sama sekali. Sekali lagi, tidak bisa membaca Al-Quran yang melihat hal itu juga menangis. Sang ayah berkata
sama sekali. Shalat juga dengan jujur diakuinya tidak sambil terisak,
pernah lengkap. la hanya membayangkan akan jadi apa, kerja keras adalah energi kita "Saat pindah ke STM Al Fatah kamu bilang siapa
anak-anaknya kelak jika ayahnya sama sekali tidak tahu jodohmu di pesantren. Coba datanglah ke Pak Kiai.
mengenal Al-Quran. Dalam bahasa dia, buta Al-Quran. Coba kamu minta pada Pak Kiai untuk membantu
Dan alangkah beratnya mengajari ngaji suaminya dari mencarikan. Mungkin kamu akan ditemukan dengan
nol. Juga mendisiplinkan shalatnya dari nol. Akhirnya santrinya!"
tanpa berpikir panjang ia lebih memilih menunggu yang
"Baiklah ayah, tak kurang ikhtiar saya. Untuk
lain.
menemukan yang saya idamkan baiklah saya akan
Orang yang kedua, yang maju melamarnya dibawa sowan ke tempat Bu Nyai dan Pak Kiai secepatnya."
oleh temannya sendiri, Wati. Seorang pemilik bengkel Jawab Zahrana sambil mengusap airmatanya.
sepeda motor. Duda beranak tiga. Status duda dengan Esoknya ia nekat mengajak Lina, menghadap Bu
berapa anak juga sebenarnya tidak masalah baginya. Ia
Nyai dan Pak Kiai. Ia mengajak Lina sahabatnya itu,
tidak mungkin cocok dengan duda itu, karena ia telah
karena Lina dulu pernah nyatri di Pesantren ARIS
kawin cerai sebanyak tiga kali dalam waktu tiga tahun.
Kaliwungu selama satu bulan saja, yaitu selama bulan
Tiga anak itu adalah hasil kawin cerainya dengan tiga
Ramadhan. Lina tentu lebih tahu berdiplomasi dengan
perempuan berbeda. Ia tidak mau jadi korban yang
Bu Nyai daripada dirinya yang sama sekali tidak pernah
keempat. Meskipun Wati mengatakan bahwa lelaki itu
nyantri.
telah insyaf. Ia ingin menikahi Zahrana sebagai isteri
Kedatangannya diterima Bu Nyai dengan wajah
yang terakhir. Karena ia tidak juga bisa menenangkan
menyejukkan. Bu Nyai Sa'adah Al Hafidhah adalah isteri
batinya. Akhirnya ia tolak juga pemilik bengkel itu.
K.H. Amir Arselan, pengasuh utama Pesantren Al Fatah.
Datangnya lamaran silih berganti yang semuanya Bu Nyai ini u m u r n y a lima p u l u h a n tahun. Dulu
ditolak oleh Zahrana itu membuat ibunya sempat marah. menghafal Al-Quran di Kudus. Dan di tangannya kini
"Kamu itu masih tinggi hati Rana! Perempuan tinggi telah lahir ratusan santriwati yang hafal Al-Quran. Saat
hati tak akan mendapatkan jodohnya!" itu kebetulan Pak Kiai sedang pergi ke Rembang. Hanya
Ia menangis dimarahi ibunya begitu. Ia merasa Bu Nyai yang menemui.
penolakannya itu ada landasan logika dan syariatnya 'Apa yang bisa Ummi bantu, Anakku? Oh ya siapa
yang kuat. Ia menangis di pangkuan ibunya, dan minta namamu, Anakku?" tanya Bu Nyai.
42 43
harus tinggi seperti kamu juga saleh. Kalau boleh tahu,
" N a m a saya Rana, Ummi. Lengkapnya Dewi
Zahrana. Kedatangan saya ke sini pertama untuk kalau strata p e n d i d i k a n n y a tidak setinggi k a m u
silaturrahmi. Kedua untuk mohon tambahan doa dari bagaimana?"
Ummi. Kebetulan saya ikut mengajar di STM Al Fatah. Zahrana mengerti maksud Bu Nyai. Segera ia
Baru enam bulan ini Ummi." Terang Zahrana dengan menjawab,
kepala menunduk. "Saat ini status, strata, kedudukan sosial, pendidikan
"O begitu. Ya. Jadi kau guru baru di STM Al Fatah?" dan lain sebagainya tidak jadi pertimbangan saya Bu
"Iya, Ummi." Nyai. Saya hanya ingin suami yang baik agamanya. Baik
imannya dan bisa jadi teladan untuk anak-anak kelak.
"Dulu nyantri di mana?"
Itu saja."
Belum sempat Zahrana menjawab, Lina memotong,
"Oo, baiklah kalau begitu. Besok kautelpon aku ya.
"Zahrana ini belum pernah nyantri, Ummi. Tapi dia
Nanti malam aku akan rembugan dengan Pak Kiai.




hariannya seperti santri. Zahrana ini dari SMA. Terus
Semoga ada pandangan."
kuliah S.l di UGM dan S.2 di ITB Bandung, Ummi."
"Baik Bu Nyai."
"Kalau begitu kamu hebat ya Zahrana. Bisa S.2 di
Keduanya lalu pamitan setelah dipaksa Bu Nyai
ITB. Jurusan apa?"
menghabiskan minuman yang ada di gelas.
"Teknik Sipil, Ummi."
"Harus dihabiskan. Kalau tidak habis itu namanya
Bu Nyai hanya manggut-manggut.
mubazir. Dan orang yang suka mubazir itu teman
Lina tahu bahwa Zahrana tidak berani mengung-
akrabnya setan." Kata Bu Nyai serius.
kapkan maksud sebenarnya. Maka dengan tanpa
Rana dan Lina hanya bisa manut saja. Mereka pulang
diminta ia lalu menjelaskan dengan sehalus mungkin
dengan hati diliputi rasa gembira. Bu Nyai Dah, atau
maksud utama kedatangan Zahrana ke pesantren. Bu
Ummi Dah, begitu para santri memanggilnya, ternyata
Nyai menjawab,
sangat halus tuturbahasanya, begitu perhatian dan begitu
"Saya yakin tidak m u d a h mencari yang selevel menyenangkan. Wajar jika banyak santri yang men-
denganmu, Anakku. Jujur saja kalau misalnya ada
cintainya. Pak Kiai pasti bahagia punya isteri sebaik dia.
yang selesai S.2 umurnya sama denganmu dia akan
***
memilih yang lebih muda darimu. Lelaki itu umumnya
punya ego, tidak mau isterinya lebih pinter dan lebih Zahrana baru saja masuk kelas, ketika kepala
tua darinya. Tapi ya tidak semua lelaki lho. Sekali lagi sekolah memanggilnya. Ia bertanya-tanya dalam hati,
tidak mudah mencarikan jodoh yang pendidikannya "Ada apa sepagi ini kepala sekolah memanggilnya." Ia
45
44
"Ya. Semoga barakah, Anakku!"
bergegas ke ruang kepala sekolah dengan kepala berisi
tanda tanya. Zahrana berjalan ke kelas dengan telinga yang
mendengungkan apa yang disampaikan Bu Nyai:
"Bu Rana, saya baru saja ditelpon sama Bu Nyai Dah.
Beliau minta kau menghadap beliau sekarang juga." "...Ia dari keluarga pas-pasan. Anak kedua dari tujuh
Begitu kata kepala sekolah begitu ia sampai di ruang kerja bersaudara. Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk
beliau. Zahrana langsung tahu kenapa Bu Nyai memang- keliling. Dia duda tanpa anak. Isterinya meninggal satu
gilnya. Ia langsung bergegas ke ndalem Bu Nyai Dah. tahun yang lalu karena demam berdarah...!"
Bu Nyai Dah ternyata sudah menunggunya sambil Sambil berjalan ia menirukan ucapan Bu Nyai,
membaca Al-Quran. Begitu Zahrana sampai beliau "Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk keliling. Dia
menghentikan bacaannya. Kerja keras adalah energi kita duda tanpa anak. Isterinya meninggal satu tahun!"
"Duduklah, Anakku." "Hmm penjual kerupuk keliling. Apakah memang
Ia duduk dengan kepala menunduk. takdirku jadi isteri seorang penjual kerupuk keliling?"
gumamnya sendiri.
"Begini, Anakku. Pak Kiai punya seorang santri yang
sudah tiga tahun ini meninggalkan pesantren. Dia santri Ada dialog yang cukup serius dalam dirinya.
yang dulu sangat diandalkan Pak Kiai. Namanya Rah- "Tapi meskipun penjual kerupuk keliling. Ia adalah
mad. Pendidikannya tidak tinggi. Ia hanya tamat Madra- orang yang baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung
sah Aliyah. Tidak kuliah. Karena setelah itu dia mengabdi jawabnya bisa diandalkan. Toh aku sudah bilang pada
di pesantren ini. Baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung Bu Nyai b a h w a status, strata, k e d u d u k a n sosial,
jawabnya bisa diandalkan. Ia dari keluarga pas-pasan. pendidikan dan lain sebagainya tidak jadi pertimbangan
Anak kedua dari tujuh bersaudara. Pekerjaannya sekarang lagi. Yang aku inginkan adalah suami yang baik
jualan kerupuk keliling. Dia duda tanpa anak. Isterinya agamanya. Baik imannya dan bisa jadi teladan untuk
meninggal satu tahun yang lalu karena demam berdarah.
anak-anak kelak. Apakah aku harus mempersoalkan
Itulah informasi yang bisa aku berikan. Musyawarah-
pekerjaannya yang cuma penjual kerupuk keliling?"
kanlah dengan kedua orangtuamu dan kerjakanlah shalat
Sampai di kelas ia tidak konsentrasi mengajar.
Istikharah. Jika kamu ingin dan tertarik, beritahukan
Akhirnya ia memberi pekerjaan kepada para siswa. Jam
Ummi. Nanti kita carikan jalan terbaik."
ketiga ia ijin pulang ke rumah dengan alasan ada
"Baiklah, Ummi. Terima kasih. Saya akan musya- kepentingan yang sangat penting berkaitan dengan
warah dan Istikharah dulu. Saya pamit dulu Ummi, permintaan Bu Nyai. Jika alasannya Bu Nyai, tidak ada
karena tadi kelas saya tinggalkan." Jawab Zahrana. yang berani membantah.
47
46
Sampai di rumah ia mengajak musyawarah ayah dan dan kau boleh bertanya apa saja padanya. Biasa saja. Dia
ibunya. Keduanya mendorongnya untuk maju. tidak tahu apa-apa masalah ini. Dengan begitu kau bisa
tahu dengan jelas calon suamimu itu. Jika kau masih juga
"Kemuliaan h i d u p seseorang itu tidak karena
mantap, maka bisa diteruskan. Jika tidak ya tidak apa-
pendidikannya atau pekerjaannya. Seseorang jika
apa."
dimuliakan oleh Allah akan juga mulia di mata manusia."
Demikian kata ibunya. "Baik Bu Nyai." Jawabnya.
Ia mulai man tap. Dari situ ia tahu betapa demokratisnya Bu Nyai.
Betapa bijaksananya Bu Nyai. Betapa Bu Nyai memang
Namun merasa masih belum cukup. Ia lalu menelpon
tidak mau memaksa. Ia kemudian jadi takut. Jangan-
Lina. Dari jauh Lina menjawab,
jangan ia yang nanti mau, tapi si penjual kerupuk itu
"Dia kan lulusan aliyah. Nanti jika kalian sudah
justru yang tidak mau dengan alasan minder dan lain
menikah dan hidup mapan. Minta saja dia kuliah.
sebagainya. Ia mendesah nafas panjang. Biarlah waktu
Dengan begitu dia akan selesai S.l dan jarak pendidikan
yang menjawabnya, desahnya.
tidak terlalu jauh. Dan sebenarnya dengan dia mengabdi
di Pesantren bertahun-tahun dia telah mendapatkan * * *
pelajaran hidup yang lebih matang dari mata kuliah di
Hari berikutnya Zahrana benar-benar tidak ke mana-
Program Pascasarjana sekalipun. Sudah mantaplah Ran.
mana sejak pagi. Hari itu ia ijin tidak mengajar demi
Pak Kiai dan Bu Nyai pasti berusaha mengarahkan yang
mengejar takdir. Ia menunggu di ruang tamu. Terkadang
terbaik."
juga di beranda. Sesekali ke jalan. Penjual kerupuk itu
Mantap sudah hatinya. Niatnya sudah bulat. Untuk tidak juga datang.
semakin m e m a n t a p k a n ia p u n Istikharah. Setelah Jam sebelas siang seorang penjual kerupuk datang.
Istikharah rasa mantapnya semakin besar. Hari itu juga
"Puk Kerupuk! Puk Kerupuk!" Suara penjual
ia menelpon Bu Nyai dan menjelaskan kemantapannya.
kerupuk itu membahana. Hari Zahrana sedikit lega. Ia
Bu Nyai menjawab, menunggu. Suara itu semakin mendekat. Semakin
"Baiklah coba jelaskan alamat rumahmu!" mendekat. Ia keluar ke beranda. Begitu penjual kerupuk
sampai di depannya, ia berteriak,
"Saya tinggal di Perumahan Klipang Asri. Jalan
Madukara B-15." "Kerupuk Pak!"
"Besok satu hari penuh jangan ke mana-mana. Pak Penjual kerupuk itu menghentikan langkah. Tempat
Kiai akan meminta si Rahmad itu berjualan ke peruma- k e r u p u k y a n g dipikulnya ia t u r u n k a n . Z a h r a n a
han di mana kau tinggal. Kau belilah kerupuk darinya, terperanjat. Sudah tua. Ia memperkirakan umurnya
48 49
mendekati lima puluh tahun. Kulitnya hitam legam "Tidak terpikir Lin. Sama sekali tidak terpikir bertanya
tersengat matahari. la hampir menangis. namanya tadi. Aku sudah shock duluan tahu penjual itu
sudah tua. Tidak seperti yang aku bayangkan."
"Iya Bu, beli berapa?"
"Ya sudah. Kalau begitu kau sabar saja. Yang jelas,
"Tiga ribu Pak."
tidak mungkin Pak Kiai dan Bu Nyai tega menjerumus-
"Baik Bu."
kanmu. Ini kan masih siang. Kau tunggu saja. Aku yakin
Penjual kerupuk itu mengambil kerupuk dan
yang dikirim Pak Kiai pasti baik. Pokoknya kamu jangan
memasukkan ke dalam plastik lalu menyerahkan
ke mana-mana ya. Tunggu sampai malam datang. Mau
kepada Zahrana. Zahrana mengeluarkan uang dua dapat suami saleh harus sabar ya." Lina berusaha
puluh ribu. menenangkan dan menguatkan.
"Ada yang kecilBu?"
"Terima kasih Lin. Semoga yang kaukatakan benar."
"Aduh tak ada Pak."
Zahrana kembali menunggu. Nyaris satu hari penuh
"Aduh gimana ya Bu. Saya tak ada kembalian. Udah Zahrana menunggu dengan perasaan sedih, jengkel,
ibu bawa dulu saja kerupuknya. Kapan-kapan kalau saya marah juga berharap. Belum pernah ia sepegal itu. la
lewat ibu bayar." yang dulu pernah mendapatkan predikat mahasiswa
"E jangan Pak. Udah bapak bawa saja. Itu sedekah teladan UGM kini menunggu datangnya seorang penjual
saya untuk Bapak." kerupuk keliling. Begitu pentingnya penjual kerupuk itu.
Tapi inilah takdir hidupnya. Ia merasa ia harus sabar.
"Baik Bu kalau begitu. Matur nuwun ya Bu. Semoga
keinginan ibu dikabulkan Allah." Sampai senja tiba, tukang kerupuk selain yang
pertama belum datang. Ia menangis. Jika benar, yang
"Amin." Dalam hati Zahrana berdoa ingin suami
dikirim Pak Kiai adalah Pak Tua tadi, maka ia merasa
yang saleh dan pantas bagi dirinya.
menjadi perempuan paling menderita di dunia. Sampai
Begitu penjual kerupuk itu pergi, Zahrana langsung
Pak Kiai dan Bu Nyai yang dia anggap orang yang
menghubungi Lina sambil menangis. la menceritakan
sangat arif pun, berpendapat bahwa ia pantasnya dengan
penjual kerupuk yang baru ditemuinya.
lelaki berkepala lima. Sudah sedemikian tidak ber-
"Apakah dalam pandangan Pak Kiai dan Bu Nyai
harganya dirinya.
saya memang pantasnya untuk penjual kerupuk yang
Ia masuk rumah. Lima belas menit lagi azan
tua itu?" Nada Zahrana terdengar sedih.
Maghrib berkumandang. Ia cemas dan galau. Tak ada
"Tenanglah Rana. Kau sudah tanya sama Pak Tua
penjual kerupuk yang datang kecuali Pak Tua tadi. Ia
itu siapa namanya?"
bingung. Ia lemas. Ia keluar lagi. Berharap ada penjual
50 51
kerupuk lain yang datang. Penjual kerupuk seperti yang telah senja. Zahrana terperanjat. Masih m u d a dan
ia bayangkan. Ia duduk di kursi beranda. Airmatanya ganteng. Keringat yang mengalir, lengan yang kekar
bercucuran, terbakar matahari menambah pesona tersendiri. Sesaat
lamanya ia memandangi penjual kerupuk itu.
"Ya Ilahi jika aku punya dosa, ampunilah dosaku.
Cukupkanlah ujian-Mu. Aku mohon mudahkanlah "Iya Bu, beli berapa?"
jalanku menyempurnakan separo agamaku sesuai Ia tersadar.
syariat-Mu. Mudahkan diriku menyempurnakan ibadah
"E...lima ribu."
kepada-Mu."
Penjual kerupuk itu mengambil plastik hitam besar
Ia lalu bangkit masuk rumah lagi. Tak ada siapa-
dan memenuhinya dengan kerupuk.
siapa di rumah. Ayah dan ibunya sedang ke rumah
"Ini Bu"
sepupunya yang memiliki hajat sunatan di Pucang
Ia mengambil kerupuk dan mengulurkan uang lima
Gading.
puluh ribu.
Baru saja masuk, ia mendengar suara nyaring,
Penjual kerupuk itu menerima uang itu dan meng-
"Kerupuk-kerupuk! Kerupuk Paak! Kerupuk Buu!"
hitung uang kembalinya.
Ia terperanjat dan bergegas keluar. Suaranya lebih
"Ini kembalinya Bu. Empat puluh lima ribu rupiah."
tegas dan lantang. Ia lari. Penjual kerupuk itu telah
Zahrana menerima dengan tangan kanannya.
melewati rumahnya. Ia melongok dari pagar. Penjual
Sementara tangan kirinya memegang kantong plastik
kerupuk itu hanya tampak punggungnya. Ia naik sepeda
berisi kerupuk. Penjual bersiap melanjutkan per-
dan mengayuh sepedanya dengan cukup kencang.
jalanan.
Zahrana jadi penasaran. Dengan cepat ia nyalakan
sepeda motornya yang berdiri di beranda. Lalu melesat "E, Sebentar, Mas." Zahrana menghentikan.
mengejar. Tak perlu waktu lama agar penjual kerupuk "Ya Bu, ada apa? Apa uang kembalinya kurang?"
itu terkejar. Apa susahnya bagi sepeda motor untuk
"Tidak kok Mas. Mau tanya, sudah lama jualan
mengejar sepeda. Ketika sudah dekat ia berteriak,
kerupuk ya Mas? Kok kayaknya baru ke daerah ini."
"Kerupuk, Mas!"
"Iya Bu. Sudah lama. Saya memang baru kali ini
Penjual kerupuk itu menepi menghentikan sepeda- ke daerah ini. Biasanya saya beroperasi di daerah
nya. Ia melakukan hal yang sama. Penjual kerupuk itu Mranggen, Plamongan Indah, Pucang Gading dan
membuka topi lebarnya dan mengipas-ngipaskannya ke Penggaron saja,"
tubuhnya. Semarang memang panas, meskipun hari
"O. Ini cari langganan baru ya?"
52 53
"Bisa ya, bisa tidak." "Bagaimana orangnya? Ganteng? Kau cocok?"
"Kok begitu." "Ah ibu itu lho semangat banget. Yang jelas orangnya
"Biasanya dagangan saya sudah laku di timur, tidak baik. Yang lain nanti kita musyawarahkan!"
perlu sampai ke kampung ini. Saya jualan ke sini hanya "Iya. Iya. Baik."
karena sendiko dawuh saja sama Pak Kiai. Pak Kiai saya Zahrana lalu masuk kamarnya untuk siap-siap shalat
itu aneh, tiba-tiba saya diminta jualan di daerah ini, di Maghrib. Sebelum ia mengambil air w u d h u hpnya
perumahan ini. Dan anehnya Pak Kiai bilang hari ini saja. berdering. Sebuah SMS masuk. Ia buka,
Besok-besok terserah."
"Ass wr wb. Bu ini Hasan. Alhmdulillah tadi sy sdh
Jantung Zahrana berdegup kencang. Azan Maghrib w i s u d a . Dan a l h m d u l i l l a h sy d i n o b a t k a n sbg m h s w
terbaik. Ini jg berkat doa dan bimbingan Ibu. Trm ksh
mengalun. sdh mmnjami referensi dll. Mhn doanya. Wassalam."
"Boleh tahu, siapa nama Mas?"
Ia t e r s e n y u m . Ia b a h a g i a membaca SMS itu.
"Nama saya Rahmad Bu. Sudah ya Bu saya jalan Bagaimana tidak bahagia jika ada seorang murid yang
dulu. Sudah Maghrib, saya harus cari masjid." berhasil tidak lupa pada gurunya. Ia teringat saat dulu
Penjual kerupuk itu mengayuh sepedanya ke arah diwisuda di UGM dan menjadi lulusan terbaik di
suara azan b e r k u m a n d a n g . Zahrana m e m a n d a n g Fakultasnya. Saat itu ia sangat bahagia. Dan itu pula
punggungnya sampai hilang di kejauhan. yang saat ini sedang dirasakan mahasiswanya, Hasan.
"Diakah jodoh yang ditakdirkan Allah untukku?" Ia teringat Nina. Bagaimana dengan Nina? Nina
tanyanya dalam hari. tak kalah h e b a t n y a d e n g a n H a s a n . Tiba-tiba ia
tersenyum simpul. Hasan dan Nina itu cocok. Kalau
Ia lalu kembali ke rumahnya. Sampai di rumah ayah
mereka menikah itu pas. Hasan ganteng, Nina cantik.
ibunya sudah ad a di rumah.
Sama-sama aktivis. Sama-sama cerdas d a n bisa
"Dari mana Rana? Ini rumah ditinggal pergi tapi
diandalkan.
pintu terbuka tak dikunci? Jangan sembrono kamu!"
tegur ibunya serius. * **
"Dari mengejar penjual kerupuk Bu. Wong cuma Setelah Zahrana melakukan kroscek pada Bu Nyai,
sebentar kok." Jawab Zahrana tenang. memang penjual kerupuk yang masih muda itulah yang
"Penjual kerupuk yang dikirim Bu Nyai itu?" tanya dimaksud Pak Kiai. Umurnya 29 tahun. Jadi lebih muda
ibunya dengan mata berbinar. empat tahun dari Zahrana. Setelah memikir dan
menimbang tiga hari lamanya Zahrana merasa cocok.
"Iya Bu."
Ayah dan ibu Zahrana pun cocok.
54 55
nada sangat gembira dan memastikan mereka datang.
Barulah setelah itu Pak Kiai dan Bu Nyai mem-
Namun dua orang mahasiswa yang ia harapkan datang,
pertemukan dua keluarga. Mulanya si Rahmad merasa
minder. Tapi Pak Kiai berhasil meyakinkan Rahmad yaitu Nina dan Hasan malah tidak bisa datang.
untuk tidak minder. Pada Rahmad Pak Kiai berkata, Nina mengirim balasan:
"Zahrana ini, meskipun berpendidikan tinggi tapi ia "Trm ksh Bu atas u n d a n g a n n y a . Smg prnikhnnya
barakah. Maaf sy tdak bisa datang sbb pada hari yang
rendah hati. Yang jadi pertimbangan Zahrana dalam
sama saya jg akan melangsungkn akad nikah di Jkt.
mencari suami bukan materi, status, strata, kedudukan Saling mendoakan ya Bu. Nina."
sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Yang jadi
Ia bahagia, Nina langsung menikah begitu selesai S.l.
pertimbangan Zahrana adalah agama, iman dan akhlak.
Tapi sedikit kecewa karena Nina tidak menikah dengan
Insya Allah, ia gadis salehah yang mampu menghormati
Hasan. Seperti yang ia idealkan. Ia langsung sadar, ideal
suaminya. Jadi kamu jangan minder!"
di mata manusia itu berbeda dengan ideal di mata Allah
Akhirnya Rahmad juga menyatakan cocok. Jadilah
Swt.
dua keluarga itu cocok. Saat musyawarah dua keluarga
Sementara Hasan mengirim balasan,
itu, Zahrana m e n g u t a r a k a n keinginannya u n t u k
" S m g p r n k h a n Ibu pnh b a r a k a h . Maaf sy t d k bs
mempercepat pernikahannya. Usul Zahrana diterima
datang Bu. Sbb hari itu saya hams mengurus beasiswa
dengan penuh semangat oleh dua keluarga. S.2 USM (Universiti Sains Malaysia). Motion doanya."
"Semakin cepat semakin baik. Insya Allah semakin Kabar yang membuatnya bahagia. Mahasiswa
cepat juga semakin barakah!" Demikian Pak Kiai penuh dedikasi seperti Hasan memang pantas mendapat-
berkomentar. kan beasiswa. Dalam hati ia berdoa semoga semua
Dan ditetapkanlah hari H pernikahan Rahmad mahasiswanya berhasil dan sukses.
dengan Zahrana dua minggu setelah pertemuan itu. Dua Tak ketinggalan ia juga m e n g u n d a n g teman-
keluarga itu langsung didera kesibukan menyiapkan temannya sesama dosen waktu mengajar di kampus
pesta pernikahan itu. Karena Zahrana anak tunggal, Pak Fakultas Teknik. Semua ia undang termasuk Bu Merlin.
Munajat ingin semua teman lama dan saudara diundang. Hanya Pak Karman yang tidak. Ia tak ingin hari
Dengan kerja keras, dalam waktu relatif singkat bahagianya rusak dengan melihat bandot tua yang tidak
undangan pernikahan tersebar. Zahrana mengundang ia suka itu.
semua temannya. Yang tidak bisa dikirimi undangan Namun mau tidak mau Pak Karman tahu juga kabar
diberitahu lewat email dan SMS . Ia juga mengundang itu. Dan ia juga tahu bahwa hanya ia seorang di kampus
mahasiswanya yang ia kenal. Mereka ia undang lewat yang tidak diundang. Hal itu membuatnya marah dan
SMS. Para mahasiswanya mengirim balasan dengan geram.
57
56
"Jangan sebut aku ini Karman jika tidak bisa
memberi pelajaran pahit pada perempuan tengik itu!"
Geramnya sambil memukul meja di ruang kerjanya. Bersambung ...
status. Satpam atau apapun tak jadi masalah. la tidak maaf jika belum bisa menjadi anak yang membahagiakan
sreg karena satpam itu tidak bisa membaca Al-Quran orangtua. Ibunya, akhirnya luluh dalam tangis. Ayahnya
sama sekali. Sekali lagi, tidak bisa membaca Al-Quran yang melihat hal itu juga menangis. Sang ayah berkata
sama sekali. Shalat juga dengan jujur diakuinya tidak sambil terisak,
pernah lengkap. la hanya membayangkan akan jadi apa, kerja keras adalah energi kita "Saat pindah ke STM Al Fatah kamu bilang siapa
anak-anaknya kelak jika ayahnya sama sekali tidak tahu jodohmu di pesantren. Coba datanglah ke Pak Kiai.
mengenal Al-Quran. Dalam bahasa dia, buta Al-Quran. Coba kamu minta pada Pak Kiai untuk membantu
Dan alangkah beratnya mengajari ngaji suaminya dari mencarikan. Mungkin kamu akan ditemukan dengan
nol. Juga mendisiplinkan shalatnya dari nol. Akhirnya santrinya!"
tanpa berpikir panjang ia lebih memilih menunggu yang
"Baiklah ayah, tak kurang ikhtiar saya. Untuk
lain.
menemukan yang saya idamkan baiklah saya akan
Orang yang kedua, yang maju melamarnya dibawa sowan ke tempat Bu Nyai dan Pak Kiai secepatnya."
oleh temannya sendiri, Wati. Seorang pemilik bengkel Jawab Zahrana sambil mengusap airmatanya.
sepeda motor. Duda beranak tiga. Status duda dengan Esoknya ia nekat mengajak Lina, menghadap Bu
berapa anak juga sebenarnya tidak masalah baginya. Ia
Nyai dan Pak Kiai. Ia mengajak Lina sahabatnya itu,
tidak mungkin cocok dengan duda itu, karena ia telah
karena Lina dulu pernah nyatri di Pesantren ARIS
kawin cerai sebanyak tiga kali dalam waktu tiga tahun.
Kaliwungu selama satu bulan saja, yaitu selama bulan
Tiga anak itu adalah hasil kawin cerainya dengan tiga
Ramadhan. Lina tentu lebih tahu berdiplomasi dengan
perempuan berbeda. Ia tidak mau jadi korban yang
Bu Nyai daripada dirinya yang sama sekali tidak pernah
keempat. Meskipun Wati mengatakan bahwa lelaki itu
nyantri.
telah insyaf. Ia ingin menikahi Zahrana sebagai isteri
Kedatangannya diterima Bu Nyai dengan wajah
yang terakhir. Karena ia tidak juga bisa menenangkan
menyejukkan. Bu Nyai Sa'adah Al Hafidhah adalah isteri
batinya. Akhirnya ia tolak juga pemilik bengkel itu.
K.H. Amir Arselan, pengasuh utama Pesantren Al Fatah.
Datangnya lamaran silih berganti yang semuanya Bu Nyai ini u m u r n y a lima p u l u h a n tahun. Dulu
ditolak oleh Zahrana itu membuat ibunya sempat marah. menghafal Al-Quran di Kudus. Dan di tangannya kini
"Kamu itu masih tinggi hati Rana! Perempuan tinggi telah lahir ratusan santriwati yang hafal Al-Quran. Saat
hati tak akan mendapatkan jodohnya!" itu kebetulan Pak Kiai sedang pergi ke Rembang. Hanya
Ia menangis dimarahi ibunya begitu. Ia merasa Bu Nyai yang menemui.
penolakannya itu ada landasan logika dan syariatnya 'Apa yang bisa Ummi bantu, Anakku? Oh ya siapa
yang kuat. Ia menangis di pangkuan ibunya, dan minta namamu, Anakku?" tanya Bu Nyai.
42 43
harus tinggi seperti kamu juga saleh. Kalau boleh tahu,
" N a m a saya Rana, Ummi. Lengkapnya Dewi
Zahrana. Kedatangan saya ke sini pertama untuk kalau strata p e n d i d i k a n n y a tidak setinggi k a m u
silaturrahmi. Kedua untuk mohon tambahan doa dari bagaimana?"
Ummi. Kebetulan saya ikut mengajar di STM Al Fatah. Zahrana mengerti maksud Bu Nyai. Segera ia
Baru enam bulan ini Ummi." Terang Zahrana dengan menjawab,
kepala menunduk. "Saat ini status, strata, kedudukan sosial, pendidikan
"O begitu. Ya. Jadi kau guru baru di STM Al Fatah?" dan lain sebagainya tidak jadi pertimbangan saya Bu
"Iya, Ummi." Nyai. Saya hanya ingin suami yang baik agamanya. Baik
imannya dan bisa jadi teladan untuk anak-anak kelak.
"Dulu nyantri di mana?"
Itu saja."
Belum sempat Zahrana menjawab, Lina memotong,
"Oo, baiklah kalau begitu. Besok kautelpon aku ya.
"Zahrana ini belum pernah nyantri, Ummi. Tapi dia
Nanti malam aku akan rembugan dengan Pak Kiai.
hariannya seperti santri. Zahrana ini dari SMA. Terus
Semoga ada pandangan."
kuliah S.l di UGM dan S.2 di ITB Bandung, Ummi."
"Baik Bu Nyai."
"Kalau begitu kamu hebat ya Zahrana. Bisa S.2 di
Keduanya lalu pamitan setelah dipaksa Bu Nyai
ITB. Jurusan apa?"
menghabiskan minuman yang ada di gelas.
"Teknik Sipil, Ummi."
"Harus dihabiskan. Kalau tidak habis itu namanya
Bu Nyai hanya manggut-manggut.
mubazir. Dan orang yang suka mubazir itu teman
Lina tahu bahwa Zahrana tidak berani mengung-
akrabnya setan." Kata Bu Nyai serius.
kapkan maksud sebenarnya. Maka dengan tanpa
Rana dan Lina hanya bisa manut saja. Mereka pulang
diminta ia lalu menjelaskan dengan sehalus mungkin
dengan hati diliputi rasa gembira. Bu Nyai Dah, atau
maksud utama kedatangan Zahrana ke pesantren. Bu
Ummi Dah, begitu para santri memanggilnya, ternyata
Nyai menjawab,
sangat halus tuturbahasanya, begitu perhatian dan begitu
"Saya yakin tidak m u d a h mencari yang selevel menyenangkan. Wajar jika banyak santri yang men-
denganmu, Anakku. Jujur saja kalau misalnya ada
cintainya. Pak Kiai pasti bahagia punya isteri sebaik dia.
yang selesai S.2 umurnya sama denganmu dia akan
***
memilih yang lebih muda darimu. Lelaki itu umumnya
punya ego, tidak mau isterinya lebih pinter dan lebih Zahrana baru saja masuk kelas, ketika kepala
tua darinya. Tapi ya tidak semua lelaki lho. Sekali lagi sekolah memanggilnya. Ia bertanya-tanya dalam hati,
tidak mudah mencarikan jodoh yang pendidikannya "Ada apa sepagi ini kepala sekolah memanggilnya." Ia
45
44
"Ya. Semoga barakah, Anakku!"
bergegas ke ruang kepala sekolah dengan kepala berisi
tanda tanya. Zahrana berjalan ke kelas dengan telinga yang
mendengungkan apa yang disampaikan Bu Nyai:
"Bu Rana, saya baru saja ditelpon sama Bu Nyai Dah.
Beliau minta kau menghadap beliau sekarang juga." "...Ia dari keluarga pas-pasan. Anak kedua dari tujuh
Begitu kata kepala sekolah begitu ia sampai di ruang kerja bersaudara. Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk
beliau. Zahrana langsung tahu kenapa Bu Nyai memang- keliling. Dia duda tanpa anak. Isterinya meninggal satu
gilnya. Ia langsung bergegas ke ndalem Bu Nyai Dah. tahun yang lalu karena demam berdarah...!"
Bu Nyai Dah ternyata sudah menunggunya sambil Sambil berjalan ia menirukan ucapan Bu Nyai,
membaca Al-Quran. Begitu Zahrana sampai beliau "Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk keliling. Dia
menghentikan bacaannya. Kerja keras adalah energi kita duda tanpa anak. Isterinya meninggal satu tahun!"
"Duduklah, Anakku." "Hmm penjual kerupuk keliling. Apakah memang
Ia duduk dengan kepala menunduk. takdirku jadi isteri seorang penjual kerupuk keliling?"
gumamnya sendiri.
"Begini, Anakku. Pak Kiai punya seorang santri yang
sudah tiga tahun ini meninggalkan pesantren. Dia santri Ada dialog yang cukup serius dalam dirinya.
yang dulu sangat diandalkan Pak Kiai. Namanya Rah- "Tapi meskipun penjual kerupuk keliling. Ia adalah
mad. Pendidikannya tidak tinggi. Ia hanya tamat Madra- orang yang baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung
sah Aliyah. Tidak kuliah. Karena setelah itu dia mengabdi jawabnya bisa diandalkan. Toh aku sudah bilang pada
di pesantren ini. Baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung Bu Nyai b a h w a status, strata, k e d u d u k a n sosial,
jawabnya bisa diandalkan. Ia dari keluarga pas-pasan. pendidikan dan lain sebagainya tidak jadi pertimbangan
Anak kedua dari tujuh bersaudara. Pekerjaannya sekarang lagi. Yang aku inginkan adalah suami yang baik
jualan kerupuk keliling. Dia duda tanpa anak. Isterinya agamanya. Baik imannya dan bisa jadi teladan untuk
meninggal satu tahun yang lalu karena demam berdarah.
anak-anak kelak. Apakah aku harus mempersoalkan
Itulah informasi yang bisa aku berikan. Musyawarah-
pekerjaannya yang cuma penjual kerupuk keliling?"
kanlah dengan kedua orangtuamu dan kerjakanlah shalat
Sampai di kelas ia tidak konsentrasi mengajar.
Istikharah. Jika kamu ingin dan tertarik, beritahukan
Akhirnya ia memberi pekerjaan kepada para siswa. Jam
Ummi. Nanti kita carikan jalan terbaik."
ketiga ia ijin pulang ke rumah dengan alasan ada
"Baiklah, Ummi. Terima kasih. Saya akan musya- kepentingan yang sangat penting berkaitan dengan
warah dan Istikharah dulu. Saya pamit dulu Ummi, permintaan Bu Nyai. Jika alasannya Bu Nyai, tidak ada
karena tadi kelas saya tinggalkan." Jawab Zahrana. yang berani membantah.
47
46
Sampai di rumah ia mengajak musyawarah ayah dan dan kau boleh bertanya apa saja padanya. Biasa saja. Dia
ibunya. Keduanya mendorongnya untuk maju. tidak tahu apa-apa masalah ini. Dengan begitu kau bisa
tahu dengan jelas calon suamimu itu. Jika kau masih juga
"Kemuliaan h i d u p seseorang itu tidak karena
mantap, maka bisa diteruskan. Jika tidak ya tidak apa-
pendidikannya atau pekerjaannya. Seseorang jika
apa."
dimuliakan oleh Allah akan juga mulia di mata manusia."
Demikian kata ibunya. "Baik Bu Nyai." Jawabnya.
Ia mulai man tap. Dari situ ia tahu betapa demokratisnya Bu Nyai.
Betapa bijaksananya Bu Nyai. Betapa Bu Nyai memang
Namun merasa masih belum cukup. Ia lalu menelpon
tidak mau memaksa. Ia kemudian jadi takut. Jangan-
Lina. Dari jauh Lina menjawab,
jangan ia yang nanti mau, tapi si penjual kerupuk itu
"Dia kan lulusan aliyah. Nanti jika kalian sudah
justru yang tidak mau dengan alasan minder dan lain
menikah dan hidup mapan. Minta saja dia kuliah.
sebagainya. Ia mendesah nafas panjang. Biarlah waktu
Dengan begitu dia akan selesai S.l dan jarak pendidikan
yang menjawabnya, desahnya.
tidak terlalu jauh. Dan sebenarnya dengan dia mengabdi
di Pesantren bertahun-tahun dia telah mendapatkan * * *
pelajaran hidup yang lebih matang dari mata kuliah di
Hari berikutnya Zahrana benar-benar tidak ke mana-
Program Pascasarjana sekalipun. Sudah mantaplah Ran.
mana sejak pagi. Hari itu ia ijin tidak mengajar demi
Pak Kiai dan Bu Nyai pasti berusaha mengarahkan yang
mengejar takdir. Ia menunggu di ruang tamu. Terkadang
terbaik."
juga di beranda. Sesekali ke jalan. Penjual kerupuk itu
Mantap sudah hatinya. Niatnya sudah bulat. Untuk tidak juga datang.
semakin m e m a n t a p k a n ia p u n Istikharah. Setelah Jam sebelas siang seorang penjual kerupuk datang.
Istikharah rasa mantapnya semakin besar. Hari itu juga
"Puk Kerupuk! Puk Kerupuk!" Suara penjual
ia menelpon Bu Nyai dan menjelaskan kemantapannya.
kerupuk itu membahana. Hari Zahrana sedikit lega. Ia
Bu Nyai menjawab, menunggu. Suara itu semakin mendekat. Semakin
"Baiklah coba jelaskan alamat rumahmu!" mendekat. Ia keluar ke beranda. Begitu penjual kerupuk
sampai di depannya, ia berteriak,
"Saya tinggal di Perumahan Klipang Asri. Jalan
Madukara B-15." "Kerupuk Pak!"
"Besok satu hari penuh jangan ke mana-mana. Pak Penjual kerupuk itu menghentikan langkah. Tempat
Kiai akan meminta si Rahmad itu berjualan ke peruma- k e r u p u k y a n g dipikulnya ia t u r u n k a n . Z a h r a n a
han di mana kau tinggal. Kau belilah kerupuk darinya, terperanjat. Sudah tua. Ia memperkirakan umurnya
48 49
mendekati lima puluh tahun. Kulitnya hitam legam "Tidak terpikir Lin. Sama sekali tidak terpikir bertanya
tersengat matahari. la hampir menangis. namanya tadi. Aku sudah shock duluan tahu penjual itu
sudah tua. Tidak seperti yang aku bayangkan."
"Iya Bu, beli berapa?"
"Ya sudah. Kalau begitu kau sabar saja. Yang jelas,
"Tiga ribu Pak."
tidak mungkin Pak Kiai dan Bu Nyai tega menjerumus-
"Baik Bu."
kanmu. Ini kan masih siang. Kau tunggu saja. Aku yakin
Penjual kerupuk itu mengambil kerupuk dan
yang dikirim Pak Kiai pasti baik. Pokoknya kamu jangan
memasukkan ke dalam plastik lalu menyerahkan
ke mana-mana ya. Tunggu sampai malam datang. Mau
kepada Zahrana. Zahrana mengeluarkan uang dua dapat suami saleh harus sabar ya." Lina berusaha
puluh ribu. menenangkan dan menguatkan.
"Ada yang kecilBu?"
"Terima kasih Lin. Semoga yang kaukatakan benar."
"Aduh tak ada Pak."
Zahrana kembali menunggu. Nyaris satu hari penuh
"Aduh gimana ya Bu. Saya tak ada kembalian. Udah Zahrana menunggu dengan perasaan sedih, jengkel,
ibu bawa dulu saja kerupuknya. Kapan-kapan kalau saya marah juga berharap. Belum pernah ia sepegal itu. la
lewat ibu bayar." yang dulu pernah mendapatkan predikat mahasiswa
"E jangan Pak. Udah bapak bawa saja. Itu sedekah teladan UGM kini menunggu datangnya seorang penjual
saya untuk Bapak." kerupuk keliling. Begitu pentingnya penjual kerupuk itu.
Tapi inilah takdir hidupnya. Ia merasa ia harus sabar.
"Baik Bu kalau begitu. Matur nuwun ya Bu. Semoga
keinginan ibu dikabulkan Allah." Sampai senja tiba, tukang kerupuk selain yang
pertama belum datang. Ia menangis. Jika benar, yang
"Amin." Dalam hati Zahrana berdoa ingin suami
dikirim Pak Kiai adalah Pak Tua tadi, maka ia merasa
yang saleh dan pantas bagi dirinya.
menjadi perempuan paling menderita di dunia. Sampai
Begitu penjual kerupuk itu pergi, Zahrana langsung
Pak Kiai dan Bu Nyai yang dia anggap orang yang
menghubungi Lina sambil menangis. la menceritakan
sangat arif pun, berpendapat bahwa ia pantasnya dengan
penjual kerupuk yang baru ditemuinya.
lelaki berkepala lima. Sudah sedemikian tidak ber-
"Apakah dalam pandangan Pak Kiai dan Bu Nyai
harganya dirinya.
saya memang pantasnya untuk penjual kerupuk yang
Ia masuk rumah. Lima belas menit lagi azan
tua itu?" Nada Zahrana terdengar sedih.
Maghrib berkumandang. Ia cemas dan galau. Tak ada
"Tenanglah Rana. Kau sudah tanya sama Pak Tua
penjual kerupuk yang datang kecuali Pak Tua tadi. Ia
itu siapa namanya?"
bingung. Ia lemas. Ia keluar lagi. Berharap ada penjual
50 51
kerupuk lain yang datang. Penjual kerupuk seperti yang telah senja. Zahrana terperanjat. Masih m u d a dan
ia bayangkan. Ia duduk di kursi beranda. Airmatanya ganteng. Keringat yang mengalir, lengan yang kekar
bercucuran, terbakar matahari menambah pesona tersendiri. Sesaat
lamanya ia memandangi penjual kerupuk itu.
"Ya Ilahi jika aku punya dosa, ampunilah dosaku.
Cukupkanlah ujian-Mu. Aku mohon mudahkanlah "Iya Bu, beli berapa?"
jalanku menyempurnakan separo agamaku sesuai Ia tersadar.
syariat-Mu. Mudahkan diriku menyempurnakan ibadah
"E...lima ribu."
kepada-Mu."
Penjual kerupuk itu mengambil plastik hitam besar
Ia lalu bangkit masuk rumah lagi. Tak ada siapa-
dan memenuhinya dengan kerupuk.
siapa di rumah. Ayah dan ibunya sedang ke rumah
"Ini Bu"
sepupunya yang memiliki hajat sunatan di Pucang
Ia mengambil kerupuk dan mengulurkan uang lima
Gading.
puluh ribu.
Baru saja masuk, ia mendengar suara nyaring,
Penjual kerupuk itu menerima uang itu dan meng-
"Kerupuk-kerupuk! Kerupuk Paak! Kerupuk Buu!"
hitung uang kembalinya.
Ia terperanjat dan bergegas keluar. Suaranya lebih
"Ini kembalinya Bu. Empat puluh lima ribu rupiah."
tegas dan lantang. Ia lari. Penjual kerupuk itu telah
Zahrana menerima dengan tangan kanannya.
melewati rumahnya. Ia melongok dari pagar. Penjual
Sementara tangan kirinya memegang kantong plastik
kerupuk itu hanya tampak punggungnya. Ia naik sepeda
berisi kerupuk. Penjual bersiap melanjutkan per-
dan mengayuh sepedanya dengan cukup kencang.
jalanan.
Zahrana jadi penasaran. Dengan cepat ia nyalakan
sepeda motornya yang berdiri di beranda. Lalu melesat "E, Sebentar, Mas." Zahrana menghentikan.
mengejar. Tak perlu waktu lama agar penjual kerupuk "Ya Bu, ada apa? Apa uang kembalinya kurang?"
itu terkejar. Apa susahnya bagi sepeda motor untuk
"Tidak kok Mas. Mau tanya, sudah lama jualan
mengejar sepeda. Ketika sudah dekat ia berteriak,
kerupuk ya Mas? Kok kayaknya baru ke daerah ini."
"Kerupuk, Mas!"
"Iya Bu. Sudah lama. Saya memang baru kali ini
Penjual kerupuk itu menepi menghentikan sepeda- ke daerah ini. Biasanya saya beroperasi di daerah
nya. Ia melakukan hal yang sama. Penjual kerupuk itu Mranggen, Plamongan Indah, Pucang Gading dan
membuka topi lebarnya dan mengipas-ngipaskannya ke Penggaron saja,"
tubuhnya. Semarang memang panas, meskipun hari
"O. Ini cari langganan baru ya?"
52 53
"Bisa ya, bisa tidak." "Bagaimana orangnya? Ganteng? Kau cocok?"
"Kok begitu." "Ah ibu itu lho semangat banget. Yang jelas orangnya
"Biasanya dagangan saya sudah laku di timur, tidak baik. Yang lain nanti kita musyawarahkan!"
perlu sampai ke kampung ini. Saya jualan ke sini hanya "Iya. Iya. Baik."
karena sendiko dawuh saja sama Pak Kiai. Pak Kiai saya Zahrana lalu masuk kamarnya untuk siap-siap shalat
itu aneh, tiba-tiba saya diminta jualan di daerah ini, di Maghrib. Sebelum ia mengambil air w u d h u hpnya
perumahan ini. Dan anehnya Pak Kiai bilang hari ini saja. berdering. Sebuah SMS masuk. Ia buka,
Besok-besok terserah."
"Ass wr wb. Bu ini Hasan. Alhmdulillah tadi sy sdh
Jantung Zahrana berdegup kencang. Azan Maghrib w i s u d a . Dan a l h m d u l i l l a h sy d i n o b a t k a n sbg m h s w
terbaik. Ini jg berkat doa dan bimbingan Ibu. Trm ksh
mengalun. sdh mmnjami referensi dll. Mhn doanya. Wassalam."
"Boleh tahu, siapa nama Mas?"
Ia t e r s e n y u m . Ia b a h a g i a membaca SMS itu.
"Nama saya Rahmad Bu. Sudah ya Bu saya jalan Bagaimana tidak bahagia jika ada seorang murid yang
dulu. Sudah Maghrib, saya harus cari masjid." berhasil tidak lupa pada gurunya. Ia teringat saat dulu
Penjual kerupuk itu mengayuh sepedanya ke arah diwisuda di UGM dan menjadi lulusan terbaik di
suara azan b e r k u m a n d a n g . Zahrana m e m a n d a n g Fakultasnya. Saat itu ia sangat bahagia. Dan itu pula
punggungnya sampai hilang di kejauhan. yang saat ini sedang dirasakan mahasiswanya, Hasan.
"Diakah jodoh yang ditakdirkan Allah untukku?" Ia teringat Nina. Bagaimana dengan Nina? Nina
tanyanya dalam hari. tak kalah h e b a t n y a d e n g a n H a s a n . Tiba-tiba ia
tersenyum simpul. Hasan dan Nina itu cocok. Kalau
Ia lalu kembali ke rumahnya. Sampai di rumah ayah
mereka menikah itu pas. Hasan ganteng, Nina cantik.
ibunya sudah ad a di rumah.
Sama-sama aktivis. Sama-sama cerdas d a n bisa
"Dari mana Rana? Ini rumah ditinggal pergi tapi
diandalkan.
pintu terbuka tak dikunci? Jangan sembrono kamu!"
tegur ibunya serius. * **
"Dari mengejar penjual kerupuk Bu. Wong cuma Setelah Zahrana melakukan kroscek pada Bu Nyai,
sebentar kok." Jawab Zahrana tenang. memang penjual kerupuk yang masih muda itulah yang
"Penjual kerupuk yang dikirim Bu Nyai itu?" tanya dimaksud Pak Kiai. Umurnya 29 tahun. Jadi lebih muda
ibunya dengan mata berbinar. empat tahun dari Zahrana. Setelah memikir dan
menimbang tiga hari lamanya Zahrana merasa cocok.
"Iya Bu."
Ayah dan ibu Zahrana pun cocok.
54 55
nada sangat gembira dan memastikan mereka datang.
Barulah setelah itu Pak Kiai dan Bu Nyai mem-
Namun dua orang mahasiswa yang ia harapkan datang,
pertemukan dua keluarga. Mulanya si Rahmad merasa
minder. Tapi Pak Kiai berhasil meyakinkan Rahmad yaitu Nina dan Hasan malah tidak bisa datang.
untuk tidak minder. Pada Rahmad Pak Kiai berkata, Nina mengirim balasan:
"Zahrana ini, meskipun berpendidikan tinggi tapi ia "Trm ksh Bu atas u n d a n g a n n y a . Smg prnikhnnya
barakah. Maaf sy tdak bisa datang sbb pada hari yang
rendah hati. Yang jadi pertimbangan Zahrana dalam
sama saya jg akan melangsungkn akad nikah di Jkt.
mencari suami bukan materi, status, strata, kedudukan Saling mendoakan ya Bu. Nina."
sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Yang jadi
Ia bahagia, Nina langsung menikah begitu selesai S.l.
pertimbangan Zahrana adalah agama, iman dan akhlak.
Tapi sedikit kecewa karena Nina tidak menikah dengan
Insya Allah, ia gadis salehah yang mampu menghormati
Hasan. Seperti yang ia idealkan. Ia langsung sadar, ideal
suaminya. Jadi kamu jangan minder!"
di mata manusia itu berbeda dengan ideal di mata Allah
Akhirnya Rahmad juga menyatakan cocok. Jadilah
Swt.
dua keluarga itu cocok. Saat musyawarah dua keluarga
Sementara Hasan mengirim balasan,
itu, Zahrana m e n g u t a r a k a n keinginannya u n t u k
" S m g p r n k h a n Ibu pnh b a r a k a h . Maaf sy t d k bs
mempercepat pernikahannya. Usul Zahrana diterima
datang Bu. Sbb hari itu saya hams mengurus beasiswa
dengan penuh semangat oleh dua keluarga. S.2 USM (Universiti Sains Malaysia). Motion doanya."
"Semakin cepat semakin baik. Insya Allah semakin Kabar yang membuatnya bahagia. Mahasiswa
cepat juga semakin barakah!" Demikian Pak Kiai penuh dedikasi seperti Hasan memang pantas mendapat-
berkomentar. kan beasiswa. Dalam hati ia berdoa semoga semua
Dan ditetapkanlah hari H pernikahan Rahmad mahasiswanya berhasil dan sukses.
dengan Zahrana dua minggu setelah pertemuan itu. Dua Tak ketinggalan ia juga m e n g u n d a n g teman-
keluarga itu langsung didera kesibukan menyiapkan temannya sesama dosen waktu mengajar di kampus
pesta pernikahan itu. Karena Zahrana anak tunggal, Pak Fakultas Teknik. Semua ia undang termasuk Bu Merlin.
Munajat ingin semua teman lama dan saudara diundang. Hanya Pak Karman yang tidak. Ia tak ingin hari
Dengan kerja keras, dalam waktu relatif singkat bahagianya rusak dengan melihat bandot tua yang tidak
undangan pernikahan tersebar. Zahrana mengundang ia suka itu.
semua temannya. Yang tidak bisa dikirimi undangan Namun mau tidak mau Pak Karman tahu juga kabar
diberitahu lewat email dan SMS . Ia juga mengundang itu. Dan ia juga tahu bahwa hanya ia seorang di kampus
mahasiswanya yang ia kenal. Mereka ia undang lewat yang tidak diundang. Hal itu membuatnya marah dan
SMS. Para mahasiswanya mengirim balasan dengan geram.
57
56
"Jangan sebut aku ini Karman jika tidak bisa
memberi pelajaran pahit pada perempuan tengik itu!"
Geramnya sambil memukul meja di ruang kerjanya.
.

0 comments:

Post a Comment