Eksplore anything with the simple way...

Friday, January 1, 2010

Black in Spirit : Perjuangan Panjang Melawan Raksasa (1)

Karena agak panjang, artikel kali ini saya bagi menjadi dua postingan yang saya namakan Djarum Black in Spirit dengan judul Perjuangan Panjang Melawan Raksasa (1) dan Perjuangan Panjang Melawan Raksasa (2).

Di saat Menteri dalam Negeri, DPR dan DPD Pusat di Jakarta sana, sedang membicarakan tentang revisi Undang-undang No. 12 tahun 2002 tentang Pemekaran Daerah, dalam artikel mengikuti Djarum Black Blog Competition Volume 2, sengaja saya pilih judul yang sedikit provokatif, dengan harapan bagi semua pihak yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan ide Pemekaran Kabupaten Bima NTB menjadi Kabupaten Bima timur bisa sedikit waspada. Sekurang-kurangnya untuk mengantisipasi pemikiran yang skeptis.

Walaupun perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap ide pemekaran suatu wilayah, karena berbagai macam alasan, Ide kami ini sesungguhnya bukanlah ide yang terlalu berat untuk diwaspadai, sekaligus ide yang ringan untuk dinafikkan begitu saja, sehingga membutuhkan kesabaran dan kearifan sosial untuk menganggapnya ide yang ringan dan membutuhkan potensi keserakahan yang luar biasa untuk menganggapnya ide berat.

Paling tidak tulisan ini akan mencoba meyoroti eksistensi ide pembentukan Kabupaten Bima Timur dalam 3 aspek yang berbeda. Sekaligus memperkenalkan ide ini ke pihak Djarum Black, siapa tau bisa membantu kami di daerah nun jauh di sana sehingga kami termasuk dalam Djarum Black Community yang setia, hehee... hehee...


Realitas Masyarakat Kecil Yang ingin sejahtera.

Bagi Masyarakat pinggiran di wilayah kecamatan di seluruh Indonesia,khususnya di Kecamatan sape Kabupaten Bima, merasakan hidup yang memiliki akses publik birokrasi yang mudah, efisisen dan tidak berbiaya tinggi, serta akses ekonomi bagi peningkatan taraf hidupnya merupakan dambaan yang tiada pernah berhenti.
Dengan Kondisi wilayah dalam bentuk potensi sumberdaya yang cukup memadai untuk dikembangkan, keinginan masyarakat ini bukanlah sesuatu yang hiperbolik, di tengah berkembangnya wacana demokratisasi yang dikembangkan oleh negara. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Apalagi jika pelayanan publik itu sendiri merupakan bagian terpenting dari item demokratisasi.

Realitas yang terjadi bahwa Kabupaten Bima memiliki peta geografis dan demografis yang tersebar luas mengelilingi Kota Bima yang sekarang sudah menjadi sebuah Kota Madya Bima. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan pelayanan publik pemerintahan.

Di sebelah timur kota bima ada 6 kecamatan, yaitu Langgudu, wawo,sape, Lambu, Wera, dan ambalawi dengan kecamatan termaju adalahSape. Sedang di wilayah Barat ada 10 yaitu Pali Belo, Belo, Lambitu, Woha, Donggo, soromandi, Bolo, madapangga, Sanggar dan Tambora. Belum lagi akhir-akhir ini, DPRD Bima telah menetapkan ibukota Kabupaten di wilayah woha yang jaraknya lebih kurang 75 km dari pusat Kecamatan sape. hal yang benar-benar sangat menyulitkan di kemudian hari.

Bisa dibayangkan jika untuk mengurus persuratan penting seperti KTP, SIM, dan persuratan lain di kantor Pemda, masyarakat wilayahBima timur, harus merogoh saku ratusan ribu hanya untuk biaya transportasi dan akomodasi. sungguh hal yang cukup mubazir.
Di sisi lain masyarakat juga berharap dengan adanya pemekaran wilayah akan cukup menunjang motivasi mereka untuk lebih giat mengeksplorasi sumberdaya yang ada bagi peningkatan taraf hidupnya dengan adanya peningkatan infrastruktur ekonomi di wilayah kabupaten pemekaran.

0 comments:

Post a Comment