Eksplore anything with the simple way...

Friday, March 19, 2010

Black opinion : MEROKOK TIDAK HARAM



Ini adalah fatwa dari saya sendiri, yang tentu saja bukan semata-mata dilatarbelakangi oleh hubungan emosional karena saya adalah perokok Djarum Black.

Ini adalah bentuk kekecewaan saya terhadap ketidakpastian mengenai kejelasan hukum merokok ini.

Tetapi saya sangat senang karena merujuk kepada pendapat Menteri Agama RI, Bapak Surya Dharma Ali yang menyatakan bahwa merokok adalah makruh sama persis dengan yang dikatakan almarhum Bapak saya dan yang dinyatakan oleh guru ngaji saya di kampung.

Pendapat Menteri Negara di atas diamini oleh oleh PBNU melalui Ketua PBNU Masdar Farid Mas'udi.
Dia menyatakan, hukum rokok yang seperti itu merujuk pada fatwa para masyayikh NU sebelumnya.

Beliau mengungkapkan bahwa pengharaman rokok akan berdampak langsung pada nasib para petani tembakau. Jutaan petani akan terganggu karenanya. Apalagi, sebagian besar petani tembakau itu adalah nahdliyin.
Selagi pemerintah belum menyiapkan sektor pengganti untuk kehidupan para petani tersebut, pihaknya yakin NU tidak akan berfatwa haram.


Fatwa Haram Merokok dari MUI

Keluarnya fatwa haram merokok dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menharamkan rokok pada keadaan tertentu beberapa waktu lalu semakin membuat resah penjual tembakau dan buruh pabrik rokok.
Mereka khawatir larangan MUI akan memusnahkan mata pencaharian yang sudah ditekuni puluhan tahun walaupun dibatasi larangan haram itu untuk ibu hamil, anak-anak, dan larangan merokok di tempat umum yang memang sudah tertera pada label bungkus rokok.

Di Detik.com Direktur PT Putra Patria Adikarsa John Mosman, berujar, fatwa MUI belum memperlihatkan dampak pada penurunan daya beli masyarakat terhadap rokok. Ia optimistis perusahaan mitra dari PT HM Sampoerna yang ia pimpin tetap langgeng. Sebab, pangsa pasarnya jelas yakni perokok lelaki dewasa yang telah mapan.


Fatwa haram merokok oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ternyata berdampak pada penerimaan cukai tahun 2009. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat potensi melorotnya penerimaan cukai sekitar 10 persen akibat fatwa haram MUI.

Dengan demikian, penurunan riil penerimaan cukai sekitar 3 persen dari target penerimaan sebesar Rp 49,6 triliun, atau menjadi Rp 48,27 triliun.

Produsen rokok khawatir kebijakan kenaikan tarif cukai rokok spesifik yang bakal mempengaruhi penjualan selama tahun 2009.


Fatwa Haram Merokok dari PP Muhammadiyah

Tokoh Muslim, Amien Rais, pernah mengimbau para ulama untuk mempertimbangkan fatwa haram merokok. Ulama jangan hanya mempertimbangkan aspek agama, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan kemanusiaan.

Saya dikagetkan lagi oleh PP Muhammadiyah yang mengeluarkan fatwa haram merokok tanpa kompromi dan batasan melalui Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, pada tayangan berita Metro TV, Selasa 9 Maret 2010.

Fatwa haram ini, justru lebih kejam dari yang difatwakan MUI. Kalau MUI terdapat unsur haram manakala menyankut dengan ibu hamil, anak-anak, dan larangan merokok di tempat umum yang memang sudah tertera pada label bungkus rokok, Muhammadiyah justru HARAM TANPA SYARAT.

Menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, ini adalah revisi dari fatwa sebelumnya yang menyatakan rokok itu mubah.

PP Muhammadiyah sempat mengeluarkankan fatwa mubah merokok pada 2007. Menurut Syamsul, saat itu lembaganya belum melakukan kajian mendalam. Sekarang dapat disimpulkan bahwa merokok adalah haram.

Biar tidak ada dusta di antara kita, redaksi di atas saya ganti saja dengan, “saat itu lembaga PP MUHAMMADIYAH BELUM MENDAPATKAN SUMBANGAN RP 3,5 M dari seorang pengusaha Amerika. Karena sekarang sudah dapat Rp. 3,5 M maka PP Muhammadiyah menyimpulkan fatwa haram.”

Terlepas kucuran dana untuk PP Muhammadiyah dari Seorang pengusaha Amerika tersebut di atas benar atau tidak, yang paling penting, Muhammadiyah sebagai sebuah Institusi Keagamaan harus konsisten dan hati-hati dalam mengeluarkan fatwa, biar tidak terkesan main-main dan membuat rakyat tidak semakin bingung

Hanya berselang sehari setelah keputusan haram tersebut, serta merta PP Muhammadiyah merevisi lagi pernyatannya melalui Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir yang menyatakan Muhammadiyah tidak mau tergesa-gesa dalam membahas fatwa haram rokok terbitan Majlis Tarjih lembaga itu. Alasannya, ormas Islam itu menginginkan pembahasan dan penerapan fatwa bersifat mempermudah, edukatif, dan bertahap.

Dengan demikian, masyarakat bisa mengikuti fatwa berdasarkan kesadaran sendiri dan bukan paksaan. “Ini (fatwa haram rokok) kan masih digodok Majlis Tarjih dan PP Muhammadiyah. Langkah selanjutnya bagaimana? Kita tidak mau tergesa-gesa,” katanya kepada Republika, Jumat, 19 Maret 2010.

Fatwa tersebut juga tidak menjadi agenda pembahasan. Masih ada masalah keagamaan yang jauh lebih penting untuk dibahas misalnya fiqh anti korupsi, fiqh keadilan gender, dan beberapa masalah lainnya, katanya yang menyebutkan Munas akan diikuti peserta dan cendekiawan muslim dari seluruh majlis tarjih tingkat provinsi.


Jadi yang mana yang mesti diikuti? Saya sarankan ikuti saja fatwa saya di atas, MEROKOK TIDAK HARAM :))


RUU tentang pengendalian dampak produk tembakau.

Kecewa ! Adalah kata yang pantas, sebagai ungkapan komplain khususnya buat
Sekitar 20.000 petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, yang tengah menggelar unjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pengendalian dampak produk tembakau terhadap kesehatan di Alun-alun Kabupaten Temanggung, yang mulai saya amati di tayangan berita Metro TV sejak berita ini mencuat sekitar 16 Pebruari lalu.

Jika RUU ini nantinya disahkan, maka pemberlakuan undang-undang tersebut dikhawatirkan akan mengancam kehidupan seluruh petani tembakau di Indonesia.

Dalam RUU tersebut ada beberapa pasal yang sangat meresahkan, yaitu menyangkut kenaikan tarif cukai rokok serta larangan menyeluruh untuk promosi rokok.

Dalam pasal 27 RUU tentang pengendalian dampak produk tembakau terhadap kesehatan itu, cukai produk tembakau ditetapkan minimal 65 persen dari harga penjualan, naik dibandingkan rata-rata tarif cukai rokok di Indonesia yang saat ini mencapai 37 persen dari harga penjualan.

Dengan begitu besarnya cukai yang diambil dan harus diserahkan kepada negara, secara otomatis akan membuat pabrik berusaha membeli tembakau dengan harga murah untuk menghemat biaya produksi.

Larangan promosi rokok diantaranya tertuang pasal 81, 82, dan 83. Dalam ketiga pasal, pembatasan tersebut dituangkan dengan jelas :
Melarang pelaku usaha untuk memasang iklan atau promosi rokok secara langsung maupun tidak langsung.
Melarang pelaku usaha untuk menjadi sponsor suatu kegiatan, serta sekaligus melarang media massa untuk memperlihatnya gambar atau tayangan orang sedang merokok.

Larangan ini jelas akan berdampak pada penurunan volume penjualan rokok, dan mengancam kelangsungan industri rokok yang selama ini menjadi komoditas yang penting untuk menggerakkan roda perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak, dan tentu saja akan berdampak para para buruh dan petani tembakau yang terlibat langsung di dalamnya.

Apalagi mengingat tembakau produksi Temanggung adalah tembakau terbaik di dunia yang menjadi bahan baku rokok kretek khas Indonesia.
Dengan keistimewaan ini, baik tembakau maupun rokok kretek semestinya justru dilindungi dengan payung hukum yang tepat oleh negara.

Yang lebih membuat saya khawatir kalalu RUU tersebut disyahkan, hoby saya menulis di blog saya akan ada hambatan dan tentu saja tidak akan bisa ikut lagi Djarum Black Competition edisi selanjutnya. :))

Bravo Djarum Black !

1 comments:

EDY MULYADIN said...

wah ini fatwa yang harus di ikutin,,thanks.
kalah kan fatwa muhammadyah yang mengharamkan merokok.

new news: menjelang rakernas di malang fatwa merokok itu haram tidak di bahas dalam munas yang menjadi keputusan tertinggi organisasi. hore Djarum blak ahernya membuat fatwa tandingan...

Post a Comment